KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

[Unforgettable Journey] A Sick Backpacker Who Made It to Semarang


Masa baru lulus kuliah adalah masa melelahkan. Saya merasa bagai dikejar-kejar setoran, kapan kerja, kapan kerja? Maklum, saya ini cuma lulusan biasa, dengan nilai biasa, lama studi biasa, nilai tambah nyaris tak ada. Jadilah saya sosok job seeker yang habis-habisan menerjang ke sana ke mari. Asal syarat terpenuhi, daftar! Hanya satu yang jarang saya tembusi, yaitu kalau harus bekerja di luar kota. Maklum, sekali lagi harap maklum, saya ini orang daerah yang bermental katak. Dalam tempurung tentunya. Kalau katak pemberani ya pasti sudah ke mana-mana.
A-sick-backpacker-who-made-it-to-semarang
HELP!

Sebenarnya ada alasan lain yang begitu kuat mengekang saya untuk tidak ke mana-mana, yaitu: mabuk. Saya ini tukang mabuk perjalanan. Maka, kalau terpaksa bepergian ke luar kota saya hanya mau naik kereta api yang aman dari goyangan, rem mendadak dan bebas dari kemacetan.

Tetapi rupanya acara hindar-menghindar itu harus diakhiri juga. Mencari kerja membuat saya harus ambil resiko. Sepahit apa pun mual muntahnya harus saya lalui. Dan hari itu pun tiba juga.

Saya harus mengikuti tes tertulis seleksi CPNS sebuah departemen di Semarang. Oh, oke. Tak terlalu jauh. Lagipula ada Bude Bapak saya di Semarang, Eyang Toek putri. Beliau tinggal di tengah kota Semarang. Persisnya di belakang Pasar Bulu, dekat Tugu Muda. Lokasi tes CPNS pun dekat dengan Tugu Muda. Sempurna! Tetapi...ke Semarang naik apa? Naik kereta api? Wow...tidak mungkin. Mau tak mau, bis antarkota antarpropinsi jadi pilihan.

Semarang, Here Comes the Sick Backpacker!


Hari itu pun tiba, sepotong hari di bulan Ramadhan yang terik di tahun 2001. Saya berangkat dari Terminal Jombor di Jalan Magelang bersama rekan seperjalanan saya, Wahyu. Wahyu ini teman sekelas saya sewaktu di SMP 8 Yogyakarta. Lama tak berjumpa, kami bertemu saat pengambilan nomor peserta tes CPNS ini. Kami pun janjian berangkat bersama. Kebetulan Wahyu belum menemukan tempat menginap di Semarang, jadilah dia akan ikut menginap di rumah Eyang Toek bersama saya.

Dengan diantar Ibu, saya berangkat sekitar pukul satu siang. Lama perjalanan Jogja-Semarang sendiri kurang lebih lima jam. Jadi, kira-kira sampai di Semarang pas adzan maghrib.

Baca juga: Cerita Horor Di Waktu Maghrib

Ibu saya berpesan banyak-banyak sebelum saya naik bis. Bekal saya pun banyak. Selain pakaian dan peralatan tes, saya juga membawa 'senjata', yaitu koyo hangat yang saya tempel di pusar dan tentu saja tas kresek sebanyak-banyaknya! Untuk apa coba? Apa ya?
Menjelang berangkat saya berdoa agar saya tidak mabuk dan muntah selama perjalanan. Maklum, saya sedang berpuasa. Kalau batal, sayang rasanya. Wahyu pun sudah saya beritahu bahwa saya ini 'drunken mistress', dan ada kemungkinan saya mabuk. Dia maklum dan siap siaga. Saya duduk dekat jendela agar terkena angin sepoi-sepoi dari luar dan tidak terpapar udara panas dan beraroma aduhai dari dalam bis. Kami memang memilih bis ekonomi yang tanpa AC, sebab jika dengan bis ber-AC, bisa-bisa sebelum perjalanan dimulai saya sudah terkapar duluan. Apalagi kalau ACnya diberi pengharum. Oh, no, no, no...

Bis pun berjalan lancar. Saya masih bisa menikmati perjalanan. Jalan Magelang, Jembatan Krasak yang menghubungkan Tempel (Sleman, DIY) dengan Salam (Magelang, Jawa Tengah) dan Muntilan. Masuk ke Terminal Secang, Magelang, tiba-tiba bis mengalami kerusakan mesin akibat bagian bawah bis menabrak polisi tidur. Walhasil penumpang pun kebingungan. Di saat itu muncullah bis jurusan Semarang lain yang belum penuh.

Penumpang pun berebut turun dan berebut naik ke bis itu. Alhamdulillaah, saya dan Wahyu naik dengan selamat, namun tak kebagian kursi. Tak dapat kursi? Bagus! Saya tidak akan mabuk kalau begini! Jadilah saya menikmati 'upacara' alias berdiri lama di dalam bis dengan bahagia dan ikhlas. Oh, jadi doa saya terkabul ceritanya. Kalau berdiri, badan saya tidak terlalu terguncang-guncang sebagaimana kalau duduk, jadi ga mudah mabuk! Alhamdulillaah. Terima kasih ya Alloh.

Perjalanan berlanjut. Sayang saya tak hafal betul yang kami lewati. Seingat saya ada Pasar Ambarawa, jalur hutan kopi yang naik turun, Taman Unyil, lalu masuk Semarang. Kami turun di wilayah Banyumanik. Dari sana kami naik bis perkotaan jurusan Tugu Muda.

Kawasan Tugu Muda. Siapa belum pernah ke sini?
Gambar dari wikipedia.

Dari dalam bis saya menikmati pesona kota Semarang. Kota yang gagah dengan bangunan yang tinggi dan jalan raya yang ramai dan berkelok-kelok. Dari bis itu juga saya melihat sekilas pelabuhan. Saya dan Wahyu pun berangan-angan ke sana sepulang tes. Maklum, belum pernah ke pelabuhan. Di Jogja mana ada pelabuhan, kan? Kalau ada juga pelabuhan hati. Ups...OOT. Sayang, kami tak sempat mewujudkan angan-angan itu.

Menjelang maghrib kami tiba di rumah Eyang Toek di Jalan Suyudono. Kami disambut hangat. Saya pun berkenalan dengan keluarga Eyang Toek. Lho, kok berkenalan? Iya, sebab sudah belasan tahun keluarga ini tak berhubungan dengan keluarga Bapak. Saya pun dulu bersilaturahmi ke sana saat masih kecil. Jadi, bisa dikatakan saya ini asing bagi keluarga Eyang Toek dan juga sebaliknya.

Sick Backpacker Test of the Day

Pagi harinya kami berangkat ke lokasi tes. Eyang mendoakan kami dan menunjukkan rute yang harus kami lalui. Ternyata dekat sekali. Kami hanya perlu naik bis kota sebentar ke lokasi tes, yaitu SMA 3 Semarang.

Sama dengan bangunan lain di Semarang, gedung SMA 3 Semarang ini juga gagah. Lihat saja pilarnya. Keren, bukan? Sekeren prestasinya.

SMA 3 Semarang.
Gambar dari aselifakta.

Tes berlangsung hingga siang hari. Usai tes kami bergegas kembali ke rumah Eyang Toek. Dalam perjalanan pulang, kami menikmati bangunan kaya sejarah. Andai tak dalam rangka tes, mungkin kami sudah berjalan-jalan ke sana. Tapi 'untung' juga tak sempat berjalan-jalan, sebab meski bisa menikmati pemandangan tapi tak bisa mendokumentasikan gambarnya. Asal tahu saja, ya, di masa itu belum ada kamera digital apalagi ponsel berkamera. Ponsel berlayar warna saja masih jarang dan mahal!

Sampai di rumah Eyang, kami langsung berkemas untuk perjalanan pulang. Tak ada makan siang, ya, kami masih berpuasa. Eyang mengantar kami dengan berjalan kaki melewati lapangan yang saya lupa namanya, sampai pinggir jalan besar. Kami pun berterima kasih atas kebaikan Eyang. Semoga Alloh memberikan balasan berlipat ganda.

Nothing Special But Home for A Sick Backpacker

Perjalanan pulang terasa kurang istimewa. Hanya satu insiden kecil yang saya ingat betul, yaitu salah pencet. Mendekati perbatasan Jateng-DIY, Wahyu mengingatkan saya untuk memberi kabar ke rumah supaya dijemput, sebab sebentar lagi Wahyu akan turun sedangkan perjalanan saya masih cukup jauh dan saya tak bawa handphone. Tidak bawa karena tidak punya, tepatnya. Saat itu saya berniat mengirim sms ke ibu saya. Tapi karena masih awam, saya pun salah pencet. Akibatnya pesan tak terkirim. Mau kirim ulang pesan, Wahyu sudah harus turun. Akhirnya saya pun batal memberi tahu ibu.

Adzan maghrib sudah berkumandang saat saya turun dari bis di perempatan Ketandan, Jalan Wonosari. Bis melanjutkan perjalanan ke Terminal Giwangan. Saya pun berjalan kaki seorang diri menyusuri jalan kampung sambil menjawab adzan pelan-pelan. Ingin rasanya berhenti di salah satu masjid untuk ikut berbuka, tapi langkah kaki serasa tak ingin berhenti. Baiklah, rumah, aku datang.


What Should We Do If We Were The Sick Backpacker

Menjadi tukang mabuk perjalanan memang susah. Apalagi kalau mabuknya mabuk darat, laut dan udara sekaligus. Waduh, pergi ke mana pun pasti bermasalah.

Tapi bagaimana kalau terpaksa? Saran saya, pertama, siapkan mental terlebih dulu. Akui kelemahan kita dan maafkanlah itu. Terima kenyataan dengan ikhlas bahwa kita ini tukang mabuk.

Kedua, memohon kepada Alloh agar diberi kemudahan dalam menempuh perjalanan. Doa itu terbukti manjur, lho. Seperti kisah saya tadi.

Ketiga, persiapkan mental rekan perjalanan kita. Ungkapkan terus terang kekurangan kita agar mereka siap dan siaga membantu serta mengantisipasi.

Keempat, bawa dan minumlah obat antimabuk perjalanan, siapkan obat atau jamu antimasuk angin, minyak kayu putih atau minyak angin, koyo hangat untuk ditempelkan di pusar supaya perut jadi hangat.

Baca juga: Ting-Ting Jahe

Kelima, bawa tas kresek untuk menampung muntahan dan siapkan tisu atau handuk kecil untuk mengelap. Juga siapkan baju ganti di tempat yang mudah dicari dalam tas untuk keadaan darurat. Ya, siapa tahu muntahnya cukup banyak dan mengotori baju.

Keenam, usahakan isi perut hingga cukup kenyang satu jam sebelum berangkat. Jika terasa mual atau setelah muntah, minumlah teh manis yang hangat. Rasa manis menghilangkan eneg di mulut dan harumnya teh mengurangi aroma tak sedap.

Baca juga: Menikmati Manfaat Teh Celup

Ketujuh, pilih tempat duduk yang nyaman. Jika naik bis atau mobil duduklah di bagian depan. Duduk di belakang menyebabkan guncangan makin terasa yang makin memicu mual muntah. Serta usahakan agar punggung tidak bersandar untuk mengurangi efek guncangan. Jika merasa mengantuk, tidurlah, namun usahakan barang bawaan aman.

Kedelapan, berangkatlah di saat matahari tidak terik dan jika memungkinkan, carilah kendaraan yang tidak ngetem lama.

After All This Time I'm No Longer A Sick Backpacker

Walaupun tak satu pun dari kami yang lulus tes itu dan kini saya kehilangan kontak dengan Wahyu, namun kisah a sick backpacker who made it to Semarang ini tetap menjadi an unforgettable journey bagi saya. Dan mungkin juga bagi Wahyu. Hello, Wahyu...are you out there?

Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Unforgettable Journey Momtraveler’s Tale

Related Posts

19 komentar

  1. Hahahaaa sekarang gimana mak? Masih sering mabuk? Waktu kecil aku juga gitu tapi karena pergi mulu akhirnya terbiasa :D

    BalasHapus
  2. hehe...kl skrg sdh mendingan mak. apalagi skrg sdh ada 'sopir pribadi' alias suami yg bisa diminta ini itu. "jgn ngebut, plis. jgn rem mendadak! berhenti dl dong, cari udara segar." hehehe...

    BalasHapus
  3. Saya sudah beberapa kali ke Semarang tapi belum mengunjugi Lawang Sewu
    Suatu saat saya harus ke sana
    Terima kasih reportasenya Jeng
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  4. Saya jg belum pernah ke sana Pak De. sayang sekali waktu itu acara backpackingnya terburu waktu. semoga di lain kesempatan bisa.

    BalasHapus
  5. sama kek saya .... pemabuk berat saya .. darat laut maupun udara. Dan saya jg mencoba berdamai dengan diri sendiri, juga memaafkan diri :D

    Saya suka bawa permen yang rasanya asam manis kalo jalan jauh Mak, lumayan meminimalisir mual juga :D

    BalasHapus
  6. Hehehe... aku juga tukang mabuk nih, Mak. Apalagi kalo jalannya bolak-belok gunung. Waduuuh....
    Tapi sejak punya anak, enggak lagi. Sepusing apa pun bisa terlewati. Malu Mak sama anak-anak. Hehehehehe

    BalasHapus
  7. Mak Mugniar: oh iya, betul itu Mak. permen asem juga bs bantu mengurangi mual muntah.

    BalasHapus
  8. Mak Nia: anak jd booster semangat ya Mak. sip tuh. lha ini mlh anak sy yg no. 2 nurun kyk sy.

    BalasHapus
  9. Wahh kampung halamanku nih mak ;)
    makasih ya, sudah terdaftar sebagai peserta :)

    BalasHapus
  10. makasih jg mak Muna. asli Semarang ya mak. kotanya gagah deh.

    BalasHapus
  11. setuju bgt sm tips ketiga.. penting tuh :)

    BalasHapus
  12. hahaha, saya jadi inget diri saya dulu juga mabukan sampe ditempeli koyo cabe di puser haha.. tp mak kalau sudah biasa gak mabukan lagi kok mak. saya dulu mabuknya kalo bau bensin mak kalau naik mobil wangi_ber AC ga mabuk mak apalagi kalau yang nyetir ganteng,wah ilang mabuknya mak.. ahahahhaha

    BalasHapus
  13. hihi... unforgettable buangeeets....
    tapi saya juga dulu gitu, mak. Sejak punya anak jadi engga mabuk
    lagi, soalnya sibuk mangku anak saya, sambil ..teteeeup mainkan tu my kayu putih, balsem dll hehehee... alhamdulillah sekarang malah udah engga terlalu parah

    BalasHapus
  14. @mak Nathalia: jujur saja, insya Alloh mujur. iya kan?

    BalasHapus
  15. Mak Susan: hahaha... modus nih..modus sm sopirnya

    BalasHapus
  16. Mak Tanti: cocok mak...minyak kayu putih!

    BalasHapus
  17. duluuu waktu jaman awal-awal jadi perantau ke jakarta (masa2 awal kuliah) aku ini pemabuk berat mak... alhamdulillah pemabuk berat ini sudah gak mabuk lagi dan bisa menyambangi belahan dunia lain..hihihi
    biar pemabuk, mimpi travel tetep ya mak...

    BalasHapus
  18. wow...hebat mak. rahasianya apa tuh? ya sembuh mabuknya; ya travelingnya.

    BalasHapus
  19. Aiiih koq sama ya, dulu saya juga pemabuk berat, maklum suwargi bapakku gak punya mobil, jadi enggak terbiasa naik mobil. Tapi begitu sering bepergian bareng teman2 kuliah kemana2 akhirnya hilang sendiri drunken masternya. Klo saya sih tidak pakai bekal koyo, minyak kayu putih, balsem dsb. Yg penting pecahkan konsentrasi mabuk itu dengan memikirkan hal yg lain. Semakin dirasakan, si mabuk akan kian merajalela. Untungnya saya pergi ngebis kemana2 selalu barengan teman2 yg ceriwis dan bikin rusuh hihihii... jadi asyik ngobrol dan lupa akan mabuk. Malah akhirnya gak suka lagi naik bis di bangku depan. Lebih suka duduk di bagian paling belakang yg tidak nyaman itu. Soalnya kakinya bisa bebas kemana2 :D

    Terima kasih sudah meramaikan GA ini. Good luck ;)

    BalasHapus

Posting Komentar